Gerakan pelajar di Indonesia pada abad
ke-20 memiliki peranan sentral dalam perkembangan Indonesia. Saat itu,
kaum terpelajar memiliki pengaruh yang cukup signifikan baik secara
intelektual, politik maupun birokratis. Ide-ide tentang kemajuan dan
perubahan yang dimiliki kaum intelektual muda saat itu cukup banyak
memberikan pengaruh terhadap kemajuan Indonesia. Sehingga, gerakan ini
pun mendapatkan respon positif dari masyarakat yang ditandai dengan
lahirnya berbagai perhimpunan semisal Budi Utomo, Jong Islameten Bond,
dan gerakan reformis-modernis seperti Muhammadiyah.
Kelahiran Muhammadiyah inilah pada 1912
menjadi cikal bakal lahirnya Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Sebagai
organisasi otonom Muhammadiyah, IPM berperan dalam melakukan pemurnian
dan menjaga ideologi pelajar dari terpaan ideologi komunis yang marak
disemaikan kala itu. Selain itu, kelahiran IPM memiliki dua posisi
strategis yakni pertama, IPM sebagai aksentuator gerakan dakwah amar
makruf nahi munkar Muhammadiyah di kalangan pelajar (bermuatan pada
membangun kekuatan pelajar menghadapi tantangan eksternal sosial politik
saat itu). Kedua, IPM sebagai lembaga kaderisasi Muhammadiyah yang
dapat membawakan misi Muhammadiyah di masa yang akan datang.
Dalam perkembangannya, IPM mendapatkan
begitu banyak tantangan dalam gerak langkahnya. Tantangan yang begitu
berat ditemui di tahun 1992 dimana saat itu pemerintah Orde Baru
melakukan represi terhadap gerakan pelajar di Indonesia, termasuk IPM
yang mengharuskannya mengganti nama dari IPM menjadi IRM. Meskipun
mendapatkan pertentangan dari berbagai pihak kala itu, IRM bagi sebagian
kalangan dianggap sebagai blessing in disguise (rahmat yang tersembunyi). Setelah perubahan nama ini IRM dapat memperluas jaringan dan jangkauannya tidak hanya pada pelajar an sich, tetapi juga menjangkau kalangan santri, anak jalanan, dan lain-lain.
Pasca perubahan nama tersebut, muncul
kesadaran IRM untuk berperan dalam mengagregasi perubahan pada tataran
struktur dan sistem sosial. Sehingga saat itu, lahirlah paradigma
gerakan yang disebut Gerakan Kritis Transformatif dengan tiga pondasi
gerakan yakni penyadaran, pembelaan dan pemberdayaan. Manifesto
gerakan inilah yang kemudian menginspirasi setiap aktivitas gerakan IRM
saat itu. Hingga pada akhirnya di tahun 2008, IRM kembali merubah nama
menjadi IPM setelah melewati proses dialektika yang sangat panjang.
Awalnya, perubahan nama ini dimaksudkan
untuk mengembalikan posisi strategis IRM dalam sebagai sebuah gerakan
sosial dan mengembalikan IRM ke “rumah”nya. Namun, dalam realitasnya
setelah perubahan nama ini, dirasakan terjadi degradasi yang begitu
tajam dalam konteks gerakan. Ide tentang perubahan dan kemajuan menjadi
barang langka dalam tiap diskursus organisasi. Posisi strategis pelajar
menjadi tergerus oleh pemikiran banyak orang bahwa pelajar hanyalah
kelas sosial yang kesekian dan tidak mampu untuk menjadi subjek
perubahan. Kesalahan berpikir ini kemudian menular ke dalam internal
gerakan. Akhirnya muncul konsep Gerakan Pelajar Kreatif (GPK) yang
digagas pada Muktamar XVII di Bantul tahun 2010 mengindikasikan upaya
formalisasi posisi pelajar yang berorientasi akademik-individualistik
dan menjauhkan pelajar dari realitas sosialnya.
Olehnya itu, pada momentum Muktamar
XVIII ini nampaknya IPM mesti serius menyempurnakan paradigma gerakannya
tidak hanya berfokus pada program-program pengembangan diri an sich tapi
juga memainkan peran mengagregasi kepentingan dalam rangka perubahan
struktur dan sistem sosial. Gerakan IPM mesti dikembalikan pada khittah
gerakan pelajar yang seharusnya, gerakan yang memainkan posisi sentral
pelajar sebagai subjek perubahan. Di sinilah IPM mesti menegaskan
dirinya sebagai Gerakan Pelajar Berkemajuan (GPB).
GPB ialah gerakan pencerahan secara
teologis merupakan refleksi dari nilai-nilai transendensi, liberasi,
emansipasi, dan humanisasi sebagaimana terkandung dalam pesan Al-Quran
Surat Ali Imran ayat 104 dan 110. GPB mengembangkan pandangan dan misi
Islam yang berkemajuan sebagaimana spirit awal kelahiran Muhammadiyah
tahun 1912 dan IPM tahun 1961. GPB membawa ideologi kemajuan yang
melahirkan pencerahan bagi kehidupan pelajar. Pencerahan (tanwir)
sebagai wujud dari Islam yang berkemajuan adalah jalan Islam yang
membebaskan, memberdayakan, dan memajukan dimana penggunaan akal pikiran
dan ilmu pengetahuan sebagai instrumen kemajuan, Sehingga GPB
berorientasi pada pencerdasan, pemberdayaan dan pembebasan,
penjelasannya sebagai berikut:
a. Pencerdasan
Pencerdasan adalah upaya perubahan
sosial melalui proses dialog yang mencerdaskan dalam rangka mengentaskan
kesalahan-kesalahan berpikir yang selama ini menelikung para pelajar.
Karena, mustahil ada perubahan ke arah yang benar kalau kesalahan
berpikir masih menjebak benak pelajar. Strategi persuasif-reedukatif
ini dijalankan lewat pembentukan sikap, opini dan pandangan pelajar
mengenai realitas sosial yang timpang di sekitarnya. Oleh karena itu,
posisi idea; pandangan hidup, pandangan dunia dan nilai-nilai memiliki posisi yang sentral. Karena, penyebab utama perubahan adalah idea
(ilmu). Idea memberikan banyak pengaruh terhadap perkembangan
masyarakat sebagaimana Al-Qur’an yang melakukan perubahan sosial lewat
idea.
Upaya pencerdasan diarahkan pada
kesadaran bahwa pelajar sebagai manusia dapat mempengaruhi perubahan
sosial sehingga lahirlah kepribadian inovatif. Kepribadian yang
memandang realitas dengan kritis, memiliki rasa ingin tahu/keterbukaan (inquisitive mind)
dan melahirkan kritik, mempertanyakan tentang dirinya dengan realitas
dunia sekitarnya dan keterlibatannya dalam mengubahnya menjadi lebih
baik.
b. Pemberdayaan
Pemberdayaan lahir dari hubungan tanpa
dominasi antara orang yang akan melakukan pemberdayaan dan kaum pelajar.
Hubungan tanpa dominasi terwujud dari sikap dialogis dalam hubungan dan
komunikasi. Dialogis disertai dengan sikap kerendahan hati. Dialog
sendiri merupakan perjumpaan diantara manusia dengan perantara dunia dan
realitas. Hematnya, pemberdayaan melibatkan trilogi antara dua manusia:
pelaku pemberdayaan dan kaum pelajar yang dipertemukan dalam perantara
dunia realitas.
Pemberdayaan sendiri merupakan suatu
bentuk pengorganisasian sumber daya untuk melakukan perubahan, dengan
mensyaratkan adanya sikap partisipatoris (sekaligus terlibat sebagai
peserta) pelaku pemberdayaan dengan kaum pelajar. Ketentuan selanjutnya
adalah kesamaan ide dan opini mengenai realitas yang akan membantu
mendorong keterlibatan kolektif dalam perjuangan untuk perubahan kondisi
yang lebih baik.
c. Pembebasan
Islam sejatinya merupakan agama
pembebasan. Kebenaran ini dapat ditemui dalam konsep Tauhid sebagai inti
ajaran Islam yang mengandung dimensi pembebasan. Pembebasan yang
dimaksud di sini adalah dupaya yang terintegrasi dan terkoordinir dalam
rangka membebaskan kaum pelajar yang dari segala bentuk penindasan
(intelektual), yang terlemahkan dalam pikiran dan termarjinalisasikan
secara personal, kultural dan struktural dalam bingkai teologi
transformatif Muhammadiyah, yakni teologi Al-Ma’un.
Pembebasan dilakukan lewat proses
keterlibatan secara langsung dalam upaya mewujudkan transformasi sosial.
Keterlibatan ini dilakukan lewat proses mengagregasi kepentingan
melalui pembentukan suatu program kebijakan yang didasarkan atas
serangkaian kepentingan dan pandangan yang dipahami oleh IPM; serta
mengartikulasikan kepentingan, dengan mengekspresikan dan
mempublikasikan berbagai kebijakan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi
kebijakan stake holder (pemegang otoritas).
Dari ketiga karakteristik gerakan yang
disebutkan di atas, menegaskan bahwa Ikatan Pelajar Muhammadiyah
merupakan Gerakan Pelajar Berkemajuan. GPB membawa misi pencerahan dalam
mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yang menjadi tujuan
Muhammadiyah. Dimana di dalam masyarakat terdiri dari pribadi pelajar
muslim yang sebenar-benarnya.
0 komentar:
Posting Komentar
Berikan tanggapan tentang postingan kami